MODEL PEMBELAJARAN
A.
Konsep
Model Pembelajaran
Model pembelajaran diartikan
sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu
pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki
arti yang samadengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran.
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang
sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak
alat bantu dalam penerapannya.
Pengertian
model pembelajaran menurut para ahli :
1.
Model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model
pemblajaran yang dapat
digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung;
pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan learning
strategi.
2.
Menurut Dedi Supriawan dan A. Benyamin
Surasega (1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:
(1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model
personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian,
seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan
strategi pembelajaran.
3.
Secara kharfiah model dimaknakan
sebagai suatu objek atau konsep yang di gunakan untuk merepresentasikan suatu
hal. Sesuatu yang nyata dan di konversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif
(Meyer, W.J )
4.
Menurut Joyce Model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,
film, computer, kurikulum dan lain-lain. Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa
setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran
untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran
tercapai.
5.
Adapun Soekamto, dkk (dalam
Nurulwati, 2000:10) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah
“kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi paraperancang pembelajaran dan parapengajar
dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Dengan demikian, aktivitas
peembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara
sistematis.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih
luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Model pengajaran mempunyai
empat cirri khusus yang tidak dimiliki strategi, metode atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut ialah:
1) Rasional
teoritis logis yang di susun oleh para pencipta atau pengembangnya;
2) Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang
akan di capai)
3) Tingkah
laku mengajar yang di perlukan agar model tersebut dapat di laksanakan dengan
berhasil.
4) Lingkungan
belajar yang di perlukan agar tujuan pembelajaraan itu dapat tercapai (Kardi
dan Nur, 2000:9).
B.
Konsep
Model Pengembangan
Menurut Clarence Schauer menyebut pengembangan pembelajaran (pengembangan instruksional) sebagai
perencanaan secara akal sehat untuk mengidentifikasikan masalah belajar dan
mengusahakan pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan suatu rencana
terhadap pelaksanaan, evaluasi, uji
coba, umpan balik, dan hasilnya. Twelker, Urbach, dan Buck mendefinisikan pengembangan pembelajaran sebagai
cara yang sistematik untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi
satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud mencapai tujuan tertentu.
Suparman menyebut pengembangan
pembelajaran sebagai suatu proses yang sistematik meliputi identifikasi
masalah, pengembangan strategi dan bahan instruksional, serta evaluasi terhadap
strategi dan bahan instruksional dalam mencapai tujuan pembelajaran secara
efektif dan efisien (Suparman, 1991).
Berdasarkan beberapa pengertian
para ahli maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan
pembelajaran adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
menghasilkan suatu sistem pembelajaran. Model
pengembangan pembelajaran yang dikembangkan oleh Dick & Carey
telah lama digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif,
efisien, dan menarik. Model yang dikembangkan didasarkan pada penggunaan
pendekatan sistem terhadap komponen-komponen dasar dari desain sistem pembelajaran
yang meliputi analisis, desain,
pengembangan, implementasi, dan evaluasi (Benny, 2010)
Menurut pendekatan model Dick & Carey
dalam Trianto (2010) terdapat beberapa komponen yang akan dilewati dalam
proses pengembangan dan
perancangan pembelajaran yang berupa urutan langkah-langkah
sebagai berikut:
1.
Identifikasi
tujuan (identity instructional goals
Definisi
tujuan pengajaran mengacu pada kurikulum tertentu atau juga berasal dari daftar
tujuan sebagai hasil need analysis, atau dari pengalaman
praktek dengan kesulitan belajar siswa di dalam kelas. Melakukan analisis instruksional (conducting a goal
analysis). Setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran, maka akan
ditentukan apa tipe belajar yang dibutuhkan siswa. Tujuan yang dianalisis untuk
mengidentifikasi keterampilan yang lebih khusus lagi yang harus dipelajari. Dalam
melakukan analisis instruksional kompetensi yang diharapkan berupa pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Analisis ini akan menghasilkan chart atau
diagram tentang keterampilan-keterampilan/konsep dan menunjukkan keterkaitan
antara keterampilan/konsep tersebut.
2. Mengidentifikasi tingkah laku awal/karakteristik
siswa (identity
entry behaviours,
characteristic).
Ketika
melakukan analisis terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan dan
tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan
apa yang telah dimiliki siswa saat mulai mengikuti pengajaran. Yang penting
juga untuk diidentifikasi adalah karakteristik khusus siswa yang mungkin ada
hubungannya dengan rancangan aktivitas-aktivitas pengajaran.
3. Merumuskan tujuan kinerja (write
performance objectives).
Berdasarkan
analisis instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal siswa,
selanjutnya akan dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan
siswa setelah menyelesaikan pembelajaran.
4. Pengembangan tes acuan patokan (developing
criterian-referenced test items).
Pengembangan
tes acuan patokan didasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan, pengembangan
butir assesmen untuk mengukur kemampuan siswa seperti yang
diperkirakan dalam tujuan.
5. Pengembangan strategi pengajaran (develop
instructional strategy).
Informasi
dari lima tahap sebelumnya, maka selanjutnya akan mengidentifikasi yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Strategi akan meliputi aktivitas
prainstruksional, penyampaian informasi, dan praktek.
6. Pengembangan atau memilih pengajaran (develop
and select instructional materials).
Tahap
ini akan digunakan strategi pengajaran untuk menghasilkan pengajaran/bahan ajar
yang akan digunakan.
7. Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif (design and
conduct formative evaluation).
Evaluasi
dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan digunakan untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan program pembelajaran. Hasil dari evaluasi formatif dapat
digunakan sebagai masukan atau input untuk memperbaiki draft program.
8. Menulis perangkat (design
and conduct summative evaluation).
Hasil-hasil
pada tahap di atas dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan.
Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas/diimplementasikan
di kelas.
9. Revisi pengajaran (instructional
revitions).
Data
yang diperoleh dari prosedur evaluasi formatif dirangkum dan ditafsirkan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh program
pembelajaran. Merancang dan Mengembangkan evaluasi sumatif (design and
conduct summative evaluation). Evaluasi sumatif merupakan jenis evaluasi
yang berbeda dengan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dievaluasi secara formatif dan direvisi sesuai dengan standar
yang digunakan oleh perancang.
C.
Perbedaan
Model Pembelajaran dengan Model Pengembangan
Model
pembelajaran adalah suatu
pola atau perencanaan
yang di rancang
untuk menciptakan pembelajaran di
kelas secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Model pembelajaran
dapat dijadikan sebagai salah
satu cara untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran
di kelas. Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual
dalam upaya peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui
penambahan komponen pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas
pencapaian tujuan (Sugiarta, 2007:11).
Fungsi
model pembelajaran tidak hanya untuk mengubah perilaku siswa sesuai dengan yang
diharapkan, tetapi juga berfungsi untuk mengembangkan berbagai berbagai aspek
yang bersangkutan dengan proses pembelajaran. Selain itu model pembelajaran
bermanfaat untuk menyusun rencana pendidikan siswa, akrena memungkinkan
kegiatan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Sedangkan
fungsi model pengembangan adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang
dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah peubahan-perubahan yang diinginkan dan
menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa. Hal
ini berarti model pengembangan yang baik adalah model yang dapat membantu para
pengembang dalam mengembangkan pembelajaran dilapangan.
Berkenaan
dengan model-model pengembangan, maka fungsi model pengembangan bagi guru
adalah :
1.
Sebagai pedoman bagi guru
untuk memilih model pengembangan yang sesuai dengan pelaksanaan pengembangan pembelajaran
di lapangan.
2.
Sebagai bahan pengetahuan
untuk melihat lahirnya bagaimana sebuah pembelajaran tercipta dari mulai
perencanaan sampai pelaksanaan di lapangan.
3.
Sebagai bahan untuk
menyusun pembelajaran yang sesuai dengan visi, misi, karakteristik, dan sesuai
dengan pengalaman belajar yang diharapkan atau dibutuhkan oleh siswa.
4.
Sebagai bahan untuk
mengadakan penelitian yang merupakan bagian tugas profesional guru yang
memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru.
5.
Sebagai bahan untuk
melihat perbandingan dan keberhasilan tentang model pengembangaan pembelajaran
yang digunakan suatu sekolah, yang nantinya diharapkan untuk memperbaiki pembelejaran
yang dilaksanakan.
D.
Jenis
Jenis Model Pembelajaran
Sugiyanto (2008) mengemukakan bahwa ada banyak model pembelajaran yang
dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran tersebut antara lain terdiri dari:
1.
Model Pembelajaran
Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa. Pembelajaran ini juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika siswa belajar.
2.
Model
Pembelajaran Saintifik
Model Pembelajaran
adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Pendekatan
saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik
dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan
ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak
bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi
pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik
dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya
diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,menjelaskan,
dan menyimpulkan
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang merujuk
pada berbagai macam metode pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari
materi pelajaran.
4.
Model Pembelajaran Kuantum
Pembelajaran yang dirancang dari berbagai teori atau pandangan psikologi
kognitif dengan menyingkirkan hambatan belajar melalui penggunaan cara dan
alat yang tepat, sehingga siswa dapat belajar secara mudah dan alami
5.
Model Pembelajaran Terpadu
Model pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa
baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan
konsep serta prinsip secara holistik. Pembelajaran ini merupakan model yang
mencoba memadukan beberapa pokok bahasan.
6.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning – PBL)
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran
yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk
belajar. Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa
tetapi pada apa yang siswa pikirkan selama mereka mengerjakannya. Guru
memfungsikan diri sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat
belajar untuk berfikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
7.
Model
Pembelajaran Berbasis Proyek ( PJBL )
Pembelajaran
Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran
Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang
diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui
PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding
question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan
berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara
langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai
prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi
mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi
dan usaha peserta didik.
Mengingat
bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka
Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik
untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna
bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
8.
Model pembelajaran
Discovery Learning
Model Discovery Learning
adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar
tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning
can be defined as the learning that takes place when the student is not
presented with subject matter in the final form, but rather is required to
organize it him self” (Penemuan Belajar dapat didefinisikan sebagai
pembelajaran yang terjadi ketika siswa tidak disajikan dengan materi pelajaran
dalam bentuk akhir , melainkan diperlukan untuk mengatur itu nya) “
(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103).
Model
Discovery Learning adalah memahami konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan
prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process
sedangkan discovery itu sendiri adalah the
mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Adalah
proses mental asimilasi conceps dan prinsip-prinsip dalam pikiran (Robert B.
Sund dalam Malik, 2001:219).
Discovery
Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya
tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery
masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh
guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa
harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan
temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan
partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan
kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa
ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery
Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi,
penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan
yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses
belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi
proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan
pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan
pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir
(merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Dalam
mengaplikasikan metode
Discovery Learning guru berperan
sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi
seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented
menjadi student oriented. Dalam metode Discovery Learning bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan
menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.
Komentar
Posting Komentar