BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Permasalahan
dalam dunia pendidikan begitu kompleks, mulai dari masalah penerimaan, penyampaian, media, kemampuan
siswa, dan lain-lain. Secara praktis, guru adalah ujung tombak dalam sebuah
pembelajaan. Untuk dapat mengatasi
masalah tersebut perlu adanya strategi dan managemen dalam mengatasi
masalah pembelajaran tersebut. Selain itu setiap mata pelajaran menuntut kebutuhan
khusus yang berbeda
pada peserta didik,
terutama anak berkebutuhan
khusus. Anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang membutuhkan
perhatian khusus, yang
berbeda dengan anak
normal. Salah satu srategi dalam mengatasi masalah tersebut adalah
dengan mengunakan model pembelajaran individual.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa
pengertian model pembelajaran
individual?
2. Apa tujuan model pembelajaran individual?
3. Apa prinsip dan karakteristik model pembelajaran
individual?
4. Apa saja jenis-jenis model pembelajaran individual?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian model
pembelajaran individual?
2. Mengetahui tujuan model pembelajaran individual?
3. Mengetahui prinsip dan karakteristik model pembelajaran
individual?
4. Mengetahui jenis-jenis model pembelajaran individual?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Model pembelajaran individual
Model
pembelajaran individual adalah model pembelajaran yang menekankan pada
pengembangan konsep diri
setiap individu. Hal
ini meliputi pengembangan proses
individu dan membangun serta mengorganisasikan dirinya sendiri. Model pembelajaran memfokuskan pada
konsep diri yang
kuat dan realistis untuk
membantu membangun hubungan yang produktif dengan orang lain
dan lingungannya. Model ini bertitik
tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi pada
pengembangan individu. Perhatian
utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan
hubungan yang produktif dengan lingkungannya.
Model ini menjadikan
pribadi peserta didik
mampu membentuk hubungan harmonis
serta mampu memproses
informasi secara efektif. Tokoh humanistik adalah
Abraham Maslow (1962),
R. Rogers, C. Buhler
dan Arthur Comb. Dengan demikian,
model ini diusahakan untuk memungkinkan siswa atau peserta didik dapat memahami
keberadaan dirinya sendiri
secara baik, bertanggung jawab,
dan lebih kreatif
untuk mencapai kualitas
hidup yang lebih baik. Fase Penerapan
Model Pembelajaran Personal
Kepada Peserta didik. Dalam penerapan
model pembelajaran personal
kepada peserta didik memiliki beberapa fase atau tahapan.
Menurut Rogers (1986) ada lima fase dalam model pembelajaran individual, yaitu
:
1 . Mengartikan
situasi yang sudah ada, yaitu guru memberikan motivasi agar siswa bebas
berekpresi.
2 . Mengembangkan wawasan,
siswa mendiskusikan masalah
dan guru
3 . memotivasi
dan membantu penyelesaian masalah siswa.
4 . Mengeksplorasi
Masalah, siswa dimotivasi untuk mendifinisikan masalah
5 . yang
dihadapi. Guru menerima dan mengklarifikasi ide siswa.
6 . Merencanakan
dan membuat keputusan, guru mengklarifikasi berbagai kemungkinan keputusan yang
diambil siswa. Siswa merencanakan tindakan awal sesuai dengan keputusan yang
diambil.
7 . Mengintegrasikan,
siswa menambah pengetahuan yang lebih baik
dan mengembangkan beberapa tindakan yang positif. Guru memberikan
motivasi.
Jadi, model personal
lebih menekanan pada
kesadaran pribadi dalam proses pembelajaran.
B. Tujuan
model pembelajaran individual
Model-model yang
termasuk dalam kategori model ini umumnya berkaitan dengan individu dan
pengembangan diri sendiri. Model-model ini menekankan pada pengembangan
individu untuk menjadi pribadi yang utuh,
percaya diri, dan kompeten. Model-model ini juga berusaha membantu siswa
dalam memahami dirinya sendiri dan tujuan tujuannya, mengembangkan cara-cara
mengajar diri sendiri. Ada banyak model pengajaran personal yang dikembangkan
oleh para konselor, terapis, dan individu-individu lain yang tertarik dalam
mensimulasikan kreativitas dan ekspresi diri individu.
Menurut Syaharudin
(2012;1) model pembelajaran individual memiliki beberapa tujuan. Pertama,
menuntun siswa untuk memiliki kekuatan mental yang lebih baik dan kesehatan
emosi yang lebih memadai dengan cara mengembangkan kepercayaan diri dan perasaan
realistis serta menumbuhkan empati pada orang lain. Kedua, meningkatkan
proporsi pendidikan yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri,
melibatkan semua siswa dalam proses menentukkan apa yang akan dikerjakannya
atau bagaimana cara ia mempelajarinya. Ketiga, mengembangkan jenis-jenis
pemikiran kualitatif tertentu, seperti kreativitas dan ekspresi pribadi.
Tujuan utama kategori
model ini adalah :
1.
Meningkatkan
harga diri siswa
2.
Membantu
siswa memahami dirinya secara utuh
3.
Membantu
siswa mengenali emosinya dan menjadi lebih sadar bagaimana emosi tersebut bisa
mempengaruhi terhadap aspek-aspek lain dalam perilaku mereka.
4.
Membantu
mereka mengembangkan tujuan tujuan belajar
5.
Membantu
siswa mengembangkan rencana meningkatkan kompetensinya
6.
Meningkatkan
kreativitas dan gaya permainan siswa
7.
Meningkatkan
keterbukaan siswa dan keterbukaan siswa pada pengalaman-pengalaman baru
C. Prinsip
dan Karakteristik Umum Model pembelajaran individual
Beberapa prinsip dan
karakteristik umum model pembelajaran individual adalah sebagai berikut:
a.
Pembelajaran
berpusat kepada siswa (student centered). Siswa diberikan kebebasan
berkreativitas mencapai tujuan pembelajarannya. Bahkan dalam teori model
pembelajaran humanis murni tujuan pembelajaran tidak dinyatakan dan disamakan.
Semua siswa diberikan kebebasan menentukan tujuan yang diinginkannya.
b.
Pembelajaran
berfokus pada pengembangan mental belajar dan penajaman kreativitas siswa.
Mental belajar berupa kesadaran diri, konsep diri, pemahaman diri tentang
segala potensinya dan memahami cara mengembangkannya sesuai dengan gaya belajar
yang disukainya.
c.
Kegiatan
pembelajaran harus dikemas secara fleksibel, menarik dan tidak membosankan.
Kegiatan pembelajaran dilakukan sepenuh hati. Karena tidak ada paksaan dan
tidak ada standar baku yang disamakan kepada semua siswa. Sehingga
masing-masing siswa akan menampilkan performanya masing-masing.
d.
Guru
berperan sebagai fasilitator dan pengarah proses belajar siswa
e.
Siswa
diberikan kebebasan dalam menentukan cara, metode, strategi bahkan bahan ajar
dan lingkungan belajarnya sesuai dengan keinginan dan gaya belajarnya
masing-masing yang penting tujuan umum pembelajaran tercapai
f.
Proses penilaian
berfokus pada produktivitas
karya kreatif siswa.
Sesuai
dengan minat dan bakat serta potensi yang dikembangkannya. Proses evaluasi
tidak mengenal standar yang disamakan antara semua siswa sebagaimana proses
evaluasi dalam teori pembelajaran berhavioristik.
D. Jenis
– Jenis Model pembelajaran individual
Ada beberapa model
pembelajaran yang menurut para ahli dikategorikan kedalam rumpun model
pembelajaran individual. Secara umum tergambar dalam tabel berikuut ini:
Tabel 1. Rumpun model
pembelajaran individual
No
|
Model
pembelajaran
|
Tokoh
|
Tujuan
|
1
|
Pengajaran
non – direktif
|
Carl Rogers
|
Penekanan
pada pembentukan kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran
diri, pemahaman diri, kemandirian, dan
konsep diri.
|
2
|
Latihan
Kesadaran
|
Fritz Peris,
Willian
Schultz
|
Meningkatkan kemampuan
seseorang untuk eksplorasi diri dan
kesadaran diri. Banyak
menekankan pada perkembangan
kesadaran dan pmehaman antar pribadi.
|
3
|
Sinetik
|
Wilian
Gordon
|
Perkembangan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah
kreatif
|
4
|
Sistem-sistem
Konseptual
|
Davit Hunt
|
Dirancang untuk meningkatkan
kekomplekan dan keluwesan
pribadi
|
5
|
Pertemuan
Kelas
|
William
Glasser
|
Perkembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri
sendiri dan kelompok sosial
|
Sumber : Rusman, (2014:143).
Berbicara lebih jauh
tentang model pembelajaran ini, Joyce dan Weil (1986) mengemukakan beberapa key
ideas yang perlu kita pahami sebagai komponen suatu model pembelajaran :
1.
Sintaks
(Syntax) daripada model, yaitu
langkah-langkah, fase-fase, atau urutan kegiatan pembelajaran. Jadi sintaks itu
adalah deskripsi model dalam action. Setiap model mempunyai sintaks atau
struktur model yang berbeda-beda
2.
Prinsip
Reaksi (Principle of Reaction) yaitu
reaksi pembelajar atas aktivitas-aktivitas pebelajar. Jadi prinsip reaksi itu
akan membantu memilih reaksi-reaksi apa yang efektif dilakukan pebelajar.
3.
Sistem-Sosial
(social system)
Sistem
sosial ini mencakup, 3 (tiga) pengertian utama yaitu :
•
deskripsi
rnacam-macam peranan pembelajar dan pebelajar
•
deskripsi
hubungan hirarkis/ otoritas pembelajar dan pebelajar,
•
deskripsi
macam-macam kaidah untuk mendorong pebelajar.
Sistem sosial
sebagai unsur model agaknya kurang berstruktur dibandingkan dengan unsur
sintaks.
4.
Sistem
Pendukung (Support System)
Sistem pendukung ini sesungguhnya merupakan kondisi yang
dibutuhkan oleh suatu model. Jadi, bukanlah model itu sendiri. Sistem pendukungnya
bertolak dari pertanyaan-pertanyaan dukungan apa yang dibutuhkan oleh suatu
model agar tercipta lingkungan khusus. Dalam hubungan ini, sistem pendukung itu
berupa kemampuan/keterampilan dan fasilitas-fasilitas teknis. Sistem pendukung
diturunkan dari dua sumber yaitu kekhususan-kekhususan peranan pembelajar dan
tuntutan pebelajar. Dalam proses pembelajaran umumnya membutuhkan transkrip
atau deskripsi peristiwa pembelajaran bagi pengguna model-model tertentu. Di
samping itu dibutuhkan pula analisis kesulitan pelajaran dan analisis
kesulitan-kesulitan khusus penggunaan model. Sebagaimana telah dikemukakan
bahwa setiap model mempunyai kegunaan utama di samping kegunaan-kegunaan
lainnya yang dapat diterima.
5.
Dampak
instuksional (Instructional effects)
Dalam hal ini beberapa model didesain untuk tujuan-tujuan
yang amat spesifik dan beberapa lainnya dapat dipergunakan secara umum.
Penggunaan model manapun harus dapat memberi efek belajar bagi pebelajar. Efek
belajar ini dapat berupa direct atau instructional
effects atau berupa indirect. Instructional
effects adalah pencapaian tujuan sebagai akibat kegiatan- kegiatan
instruksional. Biasanya beberapa pengetahuan Biasanya beberapa
pengetahuan/ketrampilan.
6.
Dampak
Pengiring (nurturant effect)
Nurturant effect adalah efek-efek pengiring yang ditimbulkan model karena
pebelajar menghidupi (living in)
sistem lingkungan belajar, misalnya kemampuan berpikir kreatif sikap terbuka
dan sebagainya.
Penjelasan masing-masing model pembelajaran individual
1. Model
Pengajaran Tak Terarah
Model pengajaran
tidak terarah didasarkan pada karya Carl Rogers (1961,
1971) dan beberapa penggagas lain yang berkontribusi pada model ini. Kemunculan model ini diawali oleh sikap pelajar terhadap konseling tak terarah di mana
klien yang memiliki kapasitas untuk menghadapi hidupnya secara konstruktif
diberi kebebasan sepenuhnya untuk menentukan dan memilih hidupnya dengan tetap
dibimbing dan diarahkan. Karena itu, dalam pengajaran
tidak terarah, guru harus
menghormati kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah mereka sendiri dan
merumuskan sebuah solusi. Model tidak terarah lebih fokus pada pengasuhan dan bimbingan pada siswa
dibanding mengontrol urutan proses pembelajaran.
Model ini menekankan pada pengembangan gaya
pembelajaran yang efektif dan jangka panjang serta pengembangan karakter
pribadi yang kuat dan bisa diarahkan. Model ini tidak
memiliki instruksi jangka pendek ataupun sasaran materi pembelajaran.
Guru dalam model ini haruslah sabar dan tidak
memaksakan adanya hasil secara cepat dan sesegera mungkin.
a.
Sintaks
Tahap 1 : Identifikasi Masalah
Personal
a)
Guru mendorong siswa mengungkapkan perasaannya dengan bebas.
Tahap 2 : Penelusuran Masalah
a)
Siswa dilarang untuk menjabarkan masalah guru
b)
Guru menerima dan mengapresiasi perasaan siswa
Tahap 3 : Pengembangan Wawasan
a)
Siswa mendiskusikan masalah
b)
Guru menyemangati siswa
Tahap 4 : Perencanaan dan Pembuatan
Keputusan
a)
Siswa merencanakan rangkaian proses pengambilan keputusan
b)
Guru menjelaskan keputusan yang akan diambil
Tahap 5 : Keterpaduan
a)
Siswa mendapat wawasan lebih mendalam dan mengembangkan tindakan yang lebih
positif.
b)
Guru bekerja sebagai penyemangat
Tahap 6 : Tindakan Diluar Wawancara
a)
Siswa mulai melakukan tindakan yang positif
b.
Sistem Sosial
Sistem sosial dalam
strategi tak terarah mengharuskan guru berperan sebagai fasilitator atau reflektor. Namun hal yang paling
penting untuk ditekankan adalah bahwa siswa
bertanggung jawab pada pengelolaan proses interaksi
atau kontrol
; Adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru.
Norma-norma dalam konteks ini menyangkut ekspresi
perasaan secara bebas dan kemandirian pikiran serta perilaku. Reward untuk perilaku atau hasil tertentu dan utamanya hukuman tidaklah
diterapkan dalam strategi ini. Rewards
dalam wawancara tidak terarah lebih subtil dan bersifat instrinsik penerimaan pemahaman dan empati dari guru.
Pengetahuan mengenai diri sendiri dan rewards
psikologis yang diperoleh dari kepercayaan diri kepercaya dirian yang dikembangkan
sendiri oleh siswa.
c.
Peran atau Tugas Guru
Tugas guru didasarkan
pada upaya menggiring siswa pada ranah penelitian.
Guru sebisa mungkin menjangkau siswa,
berempati pada kepribadian masalah yang dihadapi,
dan merespons dengan berbagai cara untuk membantu
siswa menjabarkan masalah dan perasaan yang bertanggung jawab kepada tindakan
mereka, dan merencanakan
sasaran-sasaran dan metode-metode dalam mencapai karakteristik
siswa.
d.
Sistem Dukungan
Sistem dukungan dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara.
Jika sebuah sesi wawancara adalah untuk menegosiasikan kontrak akademik, maka hal-hal yang diperlukan dalam
pembelajaran terarah diri atau self directed learning harus tersedia
dan sesuai. Ketika wawancara mencakup proses konseling menyangkut masalah masalah
perilaku, harus ada
sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal semacam ini. Dalam kedua kasus
tersebut situasi one-to-one masyarakat susunan ruang yang memudahkan siswa
untuk berpindah disepanjang penjuru kelas dan untuk melakukan aktivitas yang
berbeda serta menyediakan waktu yang luas dan tidak terburu-buru dalam
membebaskan sebuah masalah dengan cukup mendetail.
Untuk wilayah kurikulum akademik, semisal membaca, menulis pemain kesusastraan, dan ilmu sosial membutuhkan deretan materi yang cukup memadai.
e. Pengaruh
Karena aktivitas
pengajaran tidaklah diarahkan secara detail, namun ditentukan oleh siswa, maka pengaruh lingkungan sangat penting di sini. Model ini akan
berpengaruh berdasarkan keberhasilan siswa dalam mengembangkan diri yang lebih
efektif. Karena itulah,
model ini bisa dianggap sebagai aktivitas pengasuhan
secara keseluruhan. Namun,
model ini lebih bergantung pada efek yang dirasakan
dalam lingkungan tidak terarah dibanding memperhatikan capaian kontrol dan
skill melalui aktivitas
yang sudah dirancang khusus sebelumnya.
2. Latihan
kesadaran
Pembelajaran latihan kesadaran ini ditemukan oleh Fritz
Perls dan Wilian Schultz. Ia menekankanpentingnyan pelatihan interpersonal
sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi.
Khoiru,
Sofan, dkk (2011) menjelaskan ada enpat tipe perkembangan yang dibutuhkan untuk
merealisasikan potensi diri secara utuh, yaitu.
a.
Fungsi
tubuh,
b.
Fungsi
personal, termasuk di dalamnya akuisi pengetahuan dan pengalaman, kemampuan
berpikir logis dan kreatif dan integrasi intelektual.
c.
Perkembangan
interpersonal, dan
d.
Hubungan
individu dengan institusi sosial, organisasi sosial dan budaya masyarakat.
Landasan
prosedur pembelajaran ini adalah teori encounter. Penjelasan yang terdapat
dalam teori ini merupakan penjelasan seputar metode untuk meningkatkan
kesadaran hubungan antarmanusia yang didasarkan atas keterbukaan, kejuuran,
kesadaran diri, tanggung jawab, perhatian terhadap perasaan diri sendiri dan
orang lain, dan berorientasi pada keadaan sekarang. Pelaksanaan pembelajaran
ini tidak menghabiskan waktu terlalu banyak. Pelaksanaannya dapat dilakukan
dalam bentuk diskusi, keterbukaan dan kejujuran merupakan hal yang penting
dalam pelaksanaannya. Penerapan pembelajaran ini dapat meningkatkan
perkembangan emosi.
Penerapan pengajaran latihan kesadaran
Sampai saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru
yang menerapkan model ini. Permainan-permainan sederhana dapat dilakukan untuk
keperiuan ini. Model ini juga dapat dilakukan sebagai selingan yang tidak
memakan waktu terlalu banyak. Dalam pelaksanaan diskusi, keterbukaan dan kejujuran
menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini dapat
meningkatkan perkembangan emosi.
Prosedur pembelajaran pelatihan kesadaran hanya meliputi
dua tahap, yaitu:
Fase
|
Kegiatan
|
Fase
satu
-
Menyampaikan tugas.
-
Menyelesaikan tugas.
|
Mengamati
aliran udara, membuat alat ukur kecepatan udara dan menggunakan alat ukur
yang dibuat untuk mengukur kecepatan aliran udara.
|
Fase
dua.
- Mendiskusikan hasil pembuatan alat ukur.
- Menggunakan alat ukur untuk
mengukur kecepatan aliran udara dan
kecepatan aliran air di alam terbuka, kecepatan aliran angin dari kipas
angin, dan kecepatan aliran air di kran
- Mempresentasikan
Hasil
|
- Membuat alat ukur kecepatan
udara dari bahan sederhana dan menentukan berapa besar alairan kecepatan
udara di alam terbuka dan menghitung kecepatan aliran udara yang di hasilkan
oleh kipas angin.
- Menganalisis fungsi alat
dan dan kemampuan alat yang di buat dapat dapat di gunakan untuk mengukur
kecepatan aliran udara, aliran air dan batas kemampuan alat untuk dapat
digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara
di alam terbuka, kecepatan aliran air di sungai dan mengukur kecepatan aliran
udara dari kipas angin dan kecepatan aliran air dari kran air di rumah.
- Mempresentasikan hasil yang diperoleh.
|
3. Sinetik
Menurut Aunurrahman (2013; 162) sinektik merupakan salah
satu model pembelajaran yang didesain oleh Gordon yang pada dasarnya diarahkan
untuk mengembangkan kreativitas. Gordon menggagas model sinektik dalam empat
gagasan yang intinya. Menampilkan perubahan pandangan konvensional tentang
kreativitas.
Pertama, kreativitas penting di dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Ia menekankan bahwa kreativitas sebagai bagaian dari
keseharian dari kehidupan kita. Bahwa setiap individu selalu menghubungkan
proses kreativitas dengan kegiatan yang ia lakukan. Karena kreativitas dilihat
sebagai bagian dari pekerjaan keseharian. Maka model sinektik ini dirancang
untuk mendorong kapasitas pemecahan masalah, mengekspresikan kreatif empati dan
dorongan untuk memperkokoh hubungan-hubungan sosial.
Kedua, proses kreatif tidak sepenuhnya merupakan hal yang
misterius. Banyak aspek pada proses kreatif yang dapat dijelaskan dan bahkan
sangat mungkin bagi seseorang untuk mengarahkan dirinya sehingga mampu
mendorong berkembangnya kreativitas. Hal ini menurut Gordon bertentangan dengan
pandangan konvensional.
Ketiga, temuan tentang kreatif berlaku sama pada berbagai
bidang, baik seni, ilmu pengetahuan, enginering, yang dicirikan dengan kesamaan
proses intelektualnya. Ide-ide ini tentu berbeda dengan kebanyakan pendapat
umum yang memandang bahwa kreativitas hanya identik dengan dunia seni. Dalam
dunia sain dan enginering lebih dikenal dengan istilah penemuan (invention).
Keempat, bahwa penemuan/berpikir kreatif (creative thinking) individu pada
prinsipnya tidak berbeda.
Penerapan model sinetik dalam proses pembelajaran menurut
Aunurrahman (2013;163) dilakukan dalam enam tahap:
a.
Guru
menugaskan untuk siswa untuk mendeskripsikan situasi yang ada sekarang
b.
Siswa
mengembangkan berbagai analogi, kemudian memilih satu diantara analogi tersebut
kemudian mendeskripsikan dan menjelaskannya secara mendalam
c.
Siswa
menjadi bagian dari analogi yang dipilihnya pada tahap sebelumnya
d.
Siswa
mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi- deskripsi dari yang dihasilkan
pada tahap dua dan tiga, kemudian menemukan pertentangan-pertentangan
e.
Siswa
menyimpulkan dan menentukan analogi-analogi tidak langsung lainnya
f.
Guru
mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan masalah semula dengan menggunakan
analogi-analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh pengalaman sinektik.
Penerapan synectics dalam pembelajaran menurut Joyce
(1992) seharusnya mengandungi tiga prinsip yaitu:
a.
Prinsip
reaksi merujuk kepada respon guru terhadap pelajarnya.
Diharapkan
guru menerima semua respon pelajar dalam apapun bentuknya dan menjamin bahawa
hal tersebut seolah-olah merupakan ungkapan kreatif pelajar, akan tetapi
melalui pertanyaan evokatif, guru dapat merangsang lebih lanjut kemampuan
berfikir kreatifnya;
b.
sistem
sosial mendeskripsikan peranan dan hubungan antara guru dan pelajar serta
mendeskripsikan jenis norma yang disarankan. Sistem sosial
dalam synectics terstruktur secara sederhana, yang dalam praktiknya
berupa guru mengawal dan mengarahkan pelajar untuk memecahkan masalah melalui
analogi, mengembangkan kebebasan intelektual, dan memberikan hadiah yang
nantinya akan menjadi kepuasan dalaman pelajar yang diperoleh dari pengalaman
belajar;
c.
Sistem
pendukung mengacu pada keperluan yang diperlukan untuk implementasi. Sistem
pendukung dalam kegiatan synectics terdiri dari pengalaman guru tentang
kegiatan synectics, lingkungan yang nyaman, makmal, atau sumber belajar
lainnya.
4. Sistem-sistem
konseptual
Dalam pandangan teori sistem konseptual mendeskripsikan
manusia menurut struktur konsep-konsep yang mereka gunakan untuk mengolah
informasi mengenai dunia secara luas. Cenderung memiliki pandangan dikotomis
mengenai hal-hal yang bersifat tabu, dan cenderung emosional dalam menyampaikan
pandangan-pandangannya. Mereka cenderung menolak informasi yang tidak sesuai
dengan konsep mereka, atau bahkan mengubahnya agar bisa cocok dengan konsep
milik mereka sendiri. Sehingga mereka sering kali memandang orang-orang dan
peristiwa-peristiwa menurut persepsi ’benar’ atau ‘salah’. Sedangkan konsep
yang telah ada pada umumnya memang telah dilestarikan.
Dalam tingkat perkembangan yang lebih tinggi, orang
mengembangkan kemampuan yang lebih hebat dalam memadukan informasi baru, tdak
berpikiran miopi, dan bisa bertoleransi dengan pandangan lain yang berbeda yang
lebih baik, selain itu, sturktur konseptual mereka dipermak sedemikian rupa
dengan melakukan regenerasi; konsep yang telah lama dianggap asing sedangkan
konsep yang baru dikembangkan. Misalkan saja, kita andaikan bahwa masing-
masing individu dalam tingkatan perkembangan yang lebih rendah dan lebih tinggi
tengah berada dalam lingkungan kebudayaan yang asing. Mereka menggenggam
dompetnya, seakan menjaga dari komplotan pribumi yang tidak jujur dan bertangan
kotor.
Orang yang telah berada dalam level pengembangan yang lebih
tinggi tertarik oleh pandangan-pandangan, bunyi-bunyi, dan aroma- aroma yang
baru. Ada hubungan yang cukup susbstansial antara perkembangan konseptual dan
keadaan pertumbuhan guru yang kami amati. Omnivor dalam suatu proses pencarian
yang terus menerus untuk mencari cara-cara yang lebih produktif untuk mengolah
informasi dan mengasilkan struktur konseptual yang kompleks. Suatu perubahan
untuk menuju orientasi yang lebih produktif melibatkan perubahan struktural-
yakni kemampuan struktur yang lebih kompleks dalam menganalisis manusia dan
kejadian-kejadian dari berbagai sudut pandang dan kemampuan untuk mengasimilasi
informasi baru dan mengakomodasikannya.
5. Model
Pertemuan kelas (Classroom Meeting)
Pada 1969,
William glasser merekomendasikan pelaksanaan classroom meeting sebagai salah satu bagian dari program yang
bertajuk “reality therapy”.
Program ini dirancang untuk membantu siswa yang punya masalah dalam
perilakunya sehari-hari untuk belajar bertindak dengan cara yang lebih
bertanggung jawab. Belajar juga percaya bahwa jika siswa
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan berusaha mengembangkan
relasinya dengan sekolah, mereka akan mampu
bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar.
Untuk itulah Glasser kemudian meminta
sekolah untuk menerapkan model pengajaran classroom
meeting.
Dalam pengajaran
ini, suasananya berlangsung positif.
Guru tidak boleh menghakimi siapapun dalam interaksinya dengan siswa.
Para siswa juga didorong untuk secara konstruktif berhadapan dengan siswa
lain, namun dengan cara yang respek dan
hormat-menghormati. Tentu saja sangat
sulit menghindari suara-suara negatif dalam proses pelaksanaannya,
tetapi seiring dengan waktu dan kebiasaan, program pengajaran ini
bisa menjadi produktif bagi pengembangan sosio-emosional siswa dalam
memecahkan suatu masalah.
a.
Sintak
Tahap 1 : Desain ruangan
a)
Guru meminta siswa untuk duduk melingkar titik yang dilakukan untuk
mendorong partisipasi dan memungkinkan semua kelompok bisa melihat kelompok
yang lain.
b)
Guru bisa mencari variasi lain dalam merancang produk posisi duduk siswanya.
Intinya siswa harus ditempatkan dalam pola yang
benar-benar produktif.
Tahap 2 : Alokasi waktu
a)
Guru mengalokasikan waktu sekitar 10 hingga 20 menit untuk siswa-siswa
muda dan 30 hingga 45 menit untuk siswa dewasa. Pada tahap ini, diskusi antar siswa tidak boleh melebihi waktu yang telah ditentukan.
Aturan soal waktu ini bisa mencegah mereka untuk melangkahi tanggung jawabnya sendiri dan hak orang lain untuk berbicara.
Tahap 3 : Implementasi
a)
Guru membuka meeting dengan meminta siswa mendiskusikan topik seputar
perilaku emosi, atau masalah-masalah
yang terkait titik aturan-aturan yang berkaitan dengan bahasa kasar,
komentar-komentar yang keras,
atau hal-hal lain seharusnya sudah disepakati bersama siswa.
Aturan mengenai kesepakatan berbicara juga penting. Jika ada seseorang
siswa yang memonopoli percakapan guru sebaiknya segera memanggil siswa lain
untuk berbicara atau bertanya pada siswa lain apakah mereka melihat bahwa siswa
tadi sudah memonopolisasi pembicaraan. Guru membimbing siswa
menjadi solusi permasalahan yang diangkat.
Tahap
4 : Rekognisi
a)
Guru memberi penghargaan atas partisipasi siswa yang luar biasa dalam
pelaksanaan classroom meeting.
b.
Sistem Sosial
Dalam model
pengajaran ini, guru harus
mendorong agar diskusi bisa sampai pada solusi-solusi yang tidak menyudutkan atau menghakimi siapapun. Intinya, siswa harus didorong untuk mencari pemecahan,
bukan celaan. Glasser percaya bahwa sebagian besar sekolah tidak bisa memenuhi beberapa
kebutuhan siswa dalam pelaksanaan kurikulum ini.
Setidak-tidaknya,
ada empat kebutuhan yang belum terpenuhi antara
lain : kebutuhan akan rasa
memiliki (sense
of belonging), kebutuhan akan
kontrol diri atau (self control), kebutuhan akan kebebasan (sense of Freedom)
dan kebutuhan akan kebahagiaan (sense of enjoyment). Model classroom
meeting didesain salah satunya
untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut.
c.
Peran/Tugas Guru
Glasser percaya bahwa guru
memegang peranan dominan dalam menjaga efektivitas disiplin siswa.
Menurut Glasser, ada beberapa tugas penting seorang guru dalam clasroom meeting, antara lain: menekankan tanggung jawab, membuat aturan-aturan yang menuntun pada kesuksesan,
tidak menghakimi, menghargai solusi dan pendapat siswa, menawarkan alternatif alternatif yang sesuai, konsisten, dan melakukan review berkelanjutan. Singkatnya dalam
classroom meeting, peran guru adalah
fasilitator siswa yang dapat membimbing mereka menuju pemecahan masalah yang
efektif.
d.
Sistem Dukungan
Konteks ruang kelas
harus disusun sedemikian rupa agar memungkinkan siswa bisa berhadapan dan
saling berbagi opini untuk mencapai
solusi atas permasalahan tertentu. Desain kelas yang berbentuk lingkaran bisa menjadi alternatif.
e.
Pengaruh
Beberapa pengaruh
yang bisa dirasakan oleh guru dalam pelaksanaan classroom
meeting ini antara lain
: rasa memiliki dalam diri siswa,
motivasi
siswa untuk bekerja atas nama kelompok, sharing bantuan dari siswa yang lebih baik kepada siswa yang kurang
pandai, dan kecenderungan
siswa untuk tidak terlalu bergantung pada guru tetapi lebih mengandalkan
kerjasama dan bantuan dari teman-teman nya untuk mencapai solusi atau suatu
permasalahan tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model pembelajar
personal berpijak pada teori belajar humanistik yang dikembangkan oleh Abraham
Maslow, R.Roger, C.Bruner, dan Arthur Comb. Semua jenis model pembelajaran
individual kegiatan belajarnya berpusat pada siswa. Selain itu dalam proses
pembelajaran, siswa diberikan kebebasan dalam menentukan metode, strategi,
bahan ajar, dan lingkungan belajarnya sesuai dengan gaya belajarnya
masing-masing. Guru berperan sebagai fasilitator belajar siswa.
Diantara model
pembelajaran individual diantaranya pembelajaran non direktif, sinektif, sistem
konseptual dan pertemuan kelas. Masing-masing memiliki sintak yang berbeda
dalam penerapannya. Namun pada intinya semua kegiatan pembelajaran mendorong
pembentukan mental belajar siswa dan peningkatan kreativitas serta rasa percaya
diri siswa. Disamping itu proses pembelajaran dikemas secara fleksibel, menarik
dan menyenangkan. Guru bertindak hanya sebagai fasilitator belajar dan
mengarahkan proses belajar agar mencapai target yang diharapkan masing- masing
siswa. Proses evaluasinya berfokus pada produktivitas karya dari buah
kreativitas masing-masing individu siswa. Siswa belajar sesuai dengan gaya
belajarnya masing-masing.
B. Saran
Model pembelajaran
individual merupakan perkara yang harus dipahami oleh para pendidik dan tenaga
kependidikan. Dengan begitu memahami model personal ini menjadi suatu keharusan
tersendiri agar dalam pengembangan sistem pembelajaran baik pada komponen
pengembangan desain pembelajaran, penentuan strategi, tujuan, media dan bahan
serta lingkungan pembelajaran bisa berjalan dengan efektif. Maka dari itu
pembahasan dan referensi tentang implementasi masing-masing model dalam model
pembelajaran individual ini harus mendapatkan perhatian dari kita semua.
sehingga mudah untuk diperoleh dan digunakan serta dikembangkan berikutnya.
Komentar
Posting Komentar